Bab Pengantar yang Terlupakan
March 14, 2018
Bab Pengantar yang Terlupakan
Semua orang pasti pernah baca buku. Bagi penulis, paling
tidak dia pasti akan punya ‘perpustakaan mini’, meskipun dalam prakteknya buku
itu hanya ditumpuk-tumpuk. Nah, tiap orang biasanya punya cara membaca buku
yang berbeda-beda.
..
Misal, untuk buku genre favoritnya, dia bisa aja baca
lebih dari satu kali. Ada juga yang cuma dibaca sekilas, atau malah cuma dibaca
resensi, sinopsis di belakang buku atau ga jadi baca buku karena bukunya udah
di adaptasi ke film/drama. Haha
..
Kalo saya, untuk buku genre favorit saya (fantasi) cuma
di baca 1x. Kenapa? Karena untuk buku-buku yang emang saya suka dan ‘ringan’
dibaca biasanya langsung nancep di kepala. Termasuk dialog-dialog yang “ngena”
di hati. Hal ini berlaku juga untuk drama-drama yang saya tonton sih. Oopss..
..
Tapi kalau buku yang udah genre berat, misal buku fikih,
kitab ga bisa dibaca 1x, bahkan ga bisa dibaca kalo ga ada gurunya. Bisa tersesat
di padang sahara. #eh
Ada buku ‘ringan’ tapi ‘berat’ atau buku ‘berat’ tapi ‘ringan’.
Kalo buku begini cuma dibaca kesimpulan per bab-nya, misal buku modul pembantu
kuliah saya. Cuma dibaca yang dibutuhkan saja alias dibaca saat mengerjakan
tugas. Dan mengerjakan kumpulan-kumpulan soal yang udah ada kunci jawabannya. Maklum
mahasisiwi online. #Aduh
..
Namun, kesamaan paling banyak di antara para pembaca buku
(termasuk saya yess) adalah tidak membaca pengantarnya. Bab pengantar pada buku
biasanya merupakan isi pemikiran penulis. Kenapa dia menulis buku tsb, semacam
visi, misi, motivasi dll gitu.
..
Tapi, emang penting ya baca pengantar? Semua orang pasti
bilang itu ga bakal penting. Tapi ternyata teori itu ga sepenuhnya benar. Memang
di pengantar rasanya hanya prolog basa-basi, tapi sebenarnya itu adalah dasar.
..
Terkadang karena ‘terburu-buru’ mendapatkan inti,
pengantar pun akan dilewatkan. Apalagi dunia yang penuh kesibukan ini
mempersempit waktu kita bercengkerama ria dengan buku. Terlebih lagi ada mas
Google yang lebih menggoda. Tanya apa aja dia bisa jawab, meskipun
kevalidan-nya masih perlu dipertimbangkan lagi.
Minggu kemarin, saya dan beberapa teman yang tergabung
sebagai relawan MTR Jember belajar mengenai “Pengantar Sistem Ekonomi Islam.” Ini
pengantarnya loh ya bukan bab inti. Awalnya saya merasa ini ‘agak’ buang-buang
waktu. Kenapa ga langsung ke intinya saja. Padahal kalo begini terus ada dampak
negatifnya loh :
1. Ilmu hanya sekedar transfer materi
Bab pengantar biasanya berisi “kenapa”
kita harus membaca buku tersebut. Artinya ada ‘pemahaman’ yang harus dimiliki
dahulu oleh setiap orang yang akan membacanya. Pemahaman ini harus dibangun
dari dasar. Dari pengantar.
Jadi, kalo melewatkan bab
pengantar, bisa jadi kita melewatkan pemahaman yang seharusnya dimiliki ketika
mempelajari suatu ilmu.
2. Tidak ada pemikiran
Pengantar itu juga merupakan
garis besar, latar belakang pemikiran. Bila memahami ini, maka akan ada banyak
fakta di dunia nyata yang banyak menyimpang dari teori, namun kita akan bisa
mengurainya dengan mudah. Sehingga bisa dengan mudah melihat solusi juga.
Mempelajari pengantar itu penting loh, supaya kita tidak
terjebak pragmatisme dalam mengkaji ilmu Islam. Karena Islam tidak hanya
mengatur hukum, tapi harus pula memiliki dan dilandasi dengan pemikiran.
..
Kali ini, dari pengantar ini saja saya belajar bahwa
ternyata makna ekonomi yang seringkali selama ini diartikan sebagai materi
misalnya uang, sumber daya alam dsb, di dalam Islam makna ekonomi itu ternyata
adalah pemikiran.
..
Suatu negara yang kaya raya tanpa memiliki pemikiran maka
dia akan musnah (contoh : Ethiopia); tapi suatu negara miskin tapi memiliki
pemikiran, maka dia akan menguasai dunia (contoh : Amerika).
..
Tapi, pemikiran seperti apa yang harusnya kita miliki?
Layaknya sebuah pemikiran itu harus merupakan realitas
kehidupan mendasar dan mnyeluruh, itu artinya harus bisa menjawab 3 (tiga)
simpul pertanyaan mendasar dalam hidup atau yang sering di sebut dengan UQDATUL
KUBRO. Pertanyaan ini harus bisa menjawab : Darimana kita berasal?; Untuk apa
kita hidup di dunia ini?; Akan kemana kita setelah mati?
Nah, kalo sudah ngomongin pemikiran. Ternyata di dunia
ini hanya ada 3 (pemikiran) yang eksis. Pertama,
Kapitalisme. Pemikiran ini memang mengakui tuhan sebagai sang Pencipta dan
tempat kembali, namun pengaturan hidup didasarkan pada akal manusia. Tuhan tidak
bisa ikut campur dalam kehidupan manusia. Kedua,
Sosialisme. Pemikiran ini tidak jauh berbeda dari kapitalisme, pengaturan
kehidupan dunia berdasarkan akal manusia. Ketiga,
Islam. Pemikiran Islam saling memiliki keterkaitan antara sebelum – selama –
sesudah kehidupan ini berlangsung. Pemikiran Islam mengakui bahwa Tuhan adalah
sang Pencipta, karena itu menjalani kehidupan berdasarkan pengaturan dari-Nya,
dan setelah mati pun akan kembali kepada-Nya untuk mempertanggungjawabkan
perbuatan-perbuatan yang sudah terjadi selama hidup.
..
Politik dan ekonomi seperti 2 (dua) sisi mata uang karena
merupakan ruh pengaturan kehidupan manusia saat ini. Dan sangat berpengaruh
pada dampak-dampak yang lain misal bidang pendidikan, kesehatan, hukum dll
..
Sementara pemikiran yang dipakai oleh negara-negara saat
ini adalah menafikkan keberadaan Tuhan (kalo tidak kapitalisme ya pasti
sosialisme) sebagai sang Maha Pengatur. Islam tersingkirkan, manusia nyinyir
ngeri dunia-akhirat.
..
Tapi, bukan berarti Islam tidak pernah eksis. Dia pernah
eksis hingga 14 abad lamanya sebelum akhirnya runtuh. Kalau dilihat dari fakta
empiris bisa kita temui banyak cerita mengenai masa kejayaan Islam. Bikin kangen!
..
Menuntut ilmu itu sangat penting, perlu juga dimulai dari
bab pengantar, agar ketika mulai mempelajari intinya kita telah memiliki
pemikiran Islam yang mantap. Untuk itu butuh kesabaran, disiplin dan istiqomah.
..
Gentingnya menggali ilmu agama ini merupakan penentu masa
depan sebuah peradaban. Karena dia (Islam) akan lenyap bukan karena faktor
serangan external, tapi karena kerusakan orang-orang internal. Hal ini tepat
seperti perkataan seorang Syeikh Muhammad Bin Fadl bahwa ada 4 orang yang bisa
menghancurkan Islam dari dalam :
1.
Manusia yang tidak menerapkan apa yang
diketahuinya.
2.
Manusia yang tidak punya ilmu tapi beramal atau
dia beramal dengan kebodohannya.
3.
Manusia yang tidak berilmu dan tidak beramal
4.
Manusia yang menghalangi orang lain untuk
menuntut ilmu.
..
Aduh, makanan berat semua yess? Saya juga bingung. Tapi bisa
jadi loh, suatu kebingungan itu karena kita masih belum tuntas mempelajari
sesuatu. Ibarat bawang merah, kita baru menguliti kulit terluarnya saja.
..
Sekalipun kita belajar, memang belum tentu bisa mengubah
dunia. Tapi dengan belajar kita berharap bahwa suatu hari nanti anak-anak
kitalah yang akan mengubah dunia. J
..
Dimulai dari yang dasar..
..
Jember, 14 Maret 2018
Helmiyatul Hidayati
0 comments
Selamat datang! Berikan komentar yang nyaman dan semoga harimu menyenangkan :)