Peran Pena di Dalam Hidup Kita
March 02, 2018
Peran
Pena di Dalam Hidup Kita
.
.
Ketika
melihat bayi yang baru lahir, banyak orang akan mengatakan, “Bayi itu seperti kertas yang kosong, maka
kitalah (orang tua) yang akan menuliskan ‘sesuatu’ di atasnya.” Entah dari
mana sebenarnya kalimat ini berasal, tapi hal ini senada dan pernah juga
diucapkan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya, “Setiap anak itu dilahirkan di atas fitrah, orangtuanyalah yang
menjadikannya Nashrani, Yahudi atau Majusi.” (HR. Al-Baihaqi dan
Ath-Thabarani)
..
Setelah
dewasa (baligh – mukallaf), pena itu berpindah tangan pada diri kita sendiri. Kita
mungkin telah menutup lembaran-lembaran kertas dimana orang tua adalah
penulisnya. Selanjutnya, kita menulis hidup kita sendiri di lembaran-lembaran
berikutnya.
Maka,
jika hidup ini seperti lembaran-lembaran yang kosong. Kita adalah pemegang
pena-nya. Meskipun tangan yang memegang pena, namun hati dan akal manusialah
yang menentukan ke arah mana pena kita akan bergoyang.
..
Bila
hati dan akal kita resah, maka goresan pena kita akan menuliskan
kesedihan-kesedihan. Pun begitu bila hati dan akal kita dipenuhi oleh pemahaman
yang salah, maka yang akan kita tuliskan adalah kesesatan-kesesatan.
..
Maka
benarlah apa yang dikatakan oleh Imam Bukhari dalam sebuah kitabnya, “Ilmu sebelum ucapan dan perbuatan.”
Sehingga menjadi suatu kegentingan untuk berilmu sebelum beramal.
Sebelum
menulis kita harus tahu apa yang akan kita tulis, dari sudut pandang apa kita
akan menulis, untuk siapa kita menulis, dan dari sumber (referensi) apa yang menjadi
dasar menulis kita.
Sebelum
melakukan suatu perbuatan maka kita harus berilmu. Dengan mendasarkan pada ilmu
itulah kita ber-perbuatan. Karena itu, menuntut ilmu (agama) di dalam Islam
hukumnya wajib bagi setiap individu.
..
Syarat
diterimanya sebuah amal juga karena dua hal : niat yang benar dan cara yang
benar. Niat yang benar semata-mata karena Illahi Rabbi dan cara yang benar
adalah cara-cara yang diperintahkan oleh sang Maha Pengatur. Cara-cara inilah yang
harus diketahui oleh manusia dengan menuntut ilmu.
..
Layaknya
benih yang perlu disiram air agar ia tumbuh, mekar dan berbunga. Maka, air
untuk menyiram hati dan akal adalah ilmu. Bila hati dan akal telah memiliki
ilmu, maka pena kita akan berusaha menari dan menarik kita menuju Jannah yang
dirindukan.
..
Dalam
perjalanannya, selama menulis memang tidak akan mulus. Ada kalanya pena kita
akan patah, sehingga kita harus mengurutnya kembali, atau mungkin komputer kita
kehabisan baterai (bila memakai laptop) sehingga kita harus me-recharge dulu. Bisa
jadi kita kemudian kehabisan ide, tak tahu lagi apa yang kita tulis. Ada kalanya
juga halangan-halangan ini membuat kita kesal dan marah, tidak jarang kemudian
merobek kertas atau mungkin hanya mengisi buku dengan coretan-coretan tidak
berguna sampai halaman terakhir (mati). Betapa sia-sianya!!
..
Dalam
keadaan seperti ini, maka manusia (merasa) berada dalam kondisi yang berat.
Manusia tidak akan sanggup menanggungnya, pasrahkan saja pada Allah. Semoga kita
menadi manusia yang bisa menulis buku kehidupan kita dengan baik, dengan cara
yang Allah mau. Sehingga kita akan mendapat penilaian yang bagus untuk buku itu
dan bisa membawa kita berdiri di barisan di depan salah satu pintu Surga. Dan
sekali lagi, ini juga butuh ilmu.
..
Jember,
02 Maret 2018
Ditulis
oleh Helmiyatul Hidayati sebagai pengingat untuk dirinya sendiri.
8 comments
Makasi Mbak,, sudah mengingatkan.. ah masyaAlloh gaya tulisannya mbak Helmi udah ngalir dan ngena banget...
ReplyDeleteterima kasih sudah mampir.. ini juga masih belajar hehe
DeleteYang kadang menjadi cobaan seorang penulis adalah ketika mulai dilanda kesibukan dan dilanda rasa malas...
ReplyDeleteKarena itu seorang penulis haruslah bisa mengontrol moodnya... �� sekedar share pengalaman dikit dari saya... semoga bermanfaat
betul hehehe
Deleteah aku suka banget cara nulis dirimu ;')
ReplyDeleteterima kasih :)
Deleteassalamualaikumwrwb
ReplyDeletewaalaikumussalam..
DeleteSelamat datang! Berikan komentar yang nyaman dan semoga harimu menyenangkan :)