Meluruskan Kesalahpahaman Kakak-kakak Feminis Indonesia
April 13, 2018
Bulan
maret kemarin media dibintangi oleh berita perjuangan kakak-kakak feminis Indonesia.
Keberadaan dan suara tuntutan mereka patut diapresiasi, pertanda bahwa ada
kepedulian mereka pada nasib perempuan. Nasib kite-kite.
Sudah
tahu kan, hukum yang berlaku di dunia ini adalah hukum rimba, yang kuat
berkuasa, yang lemah berputus asa. Dimana-mana berita dipenuhi oleh
ketidaksedapan keadaan hidup. Banyak mengiris hati, membawa derita sembilu.
Ada
perempuan yang tega mengaborsi kandungannya, istri dibunuh oleh suami, kekasih
dibunuh pacarnya, TKW yang dibunuh atau dilecehkan majikannya. Belum lagi
berita pemerkosaan dimana-mana. Duh penuh deh daftar tragis perempuan masa
kini.
Dari
dulu, cerita pedih soal wanita sudah ada. Di Arab sono, bayi perempuan dikubur
hidup-hidup, seorang lelaki bisa beristri sampe puluhan. Di India, ada budaya
Sathi, kalo suami mati, istri harus ikut membakar diri. Belum di masa romawi
kuno, dimana perempuan tak lebih dari barang komoditas dagangan saja. Aih, jadi
cewek, kok ga ada enak-enaknya yess..
Zaman
sekarang sebenarnya tetap seperti itu, ekploitasi pada perempuan itu masih
sangat ada. Hanya bentuknya saja yang berubah. Perempuan masih dianggap “berharga”
jika dia bisa memiliki materi, terutama bila bisa menyumbang pendapatan negara.
Wanita tidak lagi dijaja di pasar, tapi di media. Wanita mungkin tidak lagi
dipasung di rumah, tapi jiwanya terpasung pada kehidupan dunia fana ini. Intinya,
zaman old dan zaman now, nasib perempuan ga ada enaknya.
Ketragisan
nasib perempuan ini dipandang oleh kakak-kakak feminis merupakan akibat dari
terjadinya ketimpangan kesetaraan gender. Karena banyaknya beredar laki-laki
arogan yang suka bermain-main dengan kekuasaannya. Entah itu kekuasaan di
pemerintahan, publik atau bahkan di rumah.
Nah,
sayangnya itu pemikiran orang-orang yang belum bisa melihat lebih jauh dan
lebih luas tentang akar suatu permasalahan atau orang-orang yang mainnya kurang
jauh. Ketidak adilan dan ketragisan nasib perempuan ternyata tidak terjadi di
masa peradaban Islam.
Inilah
yang coba saya katakan pada adik-adik mahasiswi di HMI (Himpunan Mahasiswa
Islam) di Jember, ketika mereka mengundang saya untuk memberi kajian tentang “Feminisme
dalam Pandangan Islam” pada 29/03 kemarin.
Pada
masa keemasan Islam, tidak ada sejarah yang menuliskan ada perempuan yang
upahnya tidak manusiawi karena sangat rendahnya, atau kisah tentang perempuan
yang dibunuh secara tragis setelah diperkosa beramai-ramai. Atau mungkin kisah
bak sinetron tentang istri-istri dalam rumah tangga poligami yang berusaha
saling membunuh. Ah, kaya drama korea Saeguk saja.. hihi
Salah
juga, bila wanita itu dibatasi pendidikannya dibandingkan laki-laki. Wanita di
dalam Islam memiliki kewajiban yang sama dalam menuntut ilmu. Salah juga, bila
wanita di dalam Islam itu tidak boleh bekerja, bahkan jadi pengusaha juga bisa
dan boleh. Seperti teman saya, mbak Fitri, seorang bidan profesional yang
berbaik hati meluangkan waktunya untuk membagi ilmu hebat tentang bagaimana
wanita memiliki fitrah agung dan layak menjadi #HappyMuslimah, dalam kajian
hari itu.
Posisi
perempuan di dalam Islam sudah tinggi dan mulia, tidak berada di posisi yang
direndahkan hingga harus diperjuangkan untuk dinaikkan dalam aksi-aksi
kesetaraan gender oleh kakak-kakak feminis Indonesia. Masih maraknya ketidaknyamanan pada
perempuan pada zaman sekarang, tidak lain dan tidak bukan karena sistem liberal
kapitalistik yang diterapkan dan mencampakkan Islam sebagai ideologi hidup yang
mengatur kehidupan. Bila Islam diterapkan dalam segala bidang secara
komprehensif, maka kakak-kakak feminis itupun tidak akan memiliki celah untuk
mengkritisi apa-apa lagi. :)
Jember,
13 April 2018
Helmiyatul
Hidayati
0 comments
Selamat datang! Berikan komentar yang nyaman dan semoga harimu menyenangkan :)