Naga Ikut BPJS??
January 18, 2019
Naga memang mahluk mitologi, tapi kalo buah naga itu adalah buah yang tampak dan nyata adanya. Entah tahun berapa buah ini pernah booming sekali, padahal saat itu saya yakin tidak lagi diambil dari sudut kamera yang pas (Haha). Saya suka buahnya kala itu, terutama yang warna putih, tapi kalo sekarang sih biasa aja.
Di Jember ada beberapa kebun buah naga yang dijadikan
sebagai taman Agrowisata. Salah satunya di Kebun Gading Asri yang letaknya di
dalam perumahan Taman Gading Jember. Kemarin (15/01) saya ke sana bersama
seorang teman sekaligus ‘mantan’ kakak kelas saya, Isti Kartikasari.
Taman seluas 2 hektar itu terlihat masih dalam proses
pembangunan, banyak pak tukang bekerja di sana-sini. Belum ada pohon rindang
yang menemani seperti di Alun-alun Banyuwangi, jadi udaranya terasa panas. Namun
meskipun begitu, tempat ini termasuk indah menurut saya, ada gubuk-gubuk,
villa, ruang meeting, taman bermain dll. Katanya juga akan dibangun kolam
renang, kalo sudah jadi mungkin akan jadi tempat favorit buat anak-anak.
Lebih penting lagi, taman ini instagramable banget, spot
fotonya banyaakk.. Hihi
Dan Alhamdulillah saat kami ke sana kemarin, tidak ada
tiket masuk, bayar denda perkara pembakaran bendera Tauhid aja. Eh, bayar
parkir sepeda motor maksudnya, 2ribu perak. Hehe
Yah, tentunya ke sana tidak hanya sekedar datang,
kebetulan juga saya punya misi rahasia. Misi itu adalah melakukan LIVE
INSTAGRAM. Wkwkwkwk
Katakanlah misi ini tidak penting, udah lama punya
instagram, baru kali ini Live pemirsah.. (etapi, emang siapa saya pake penting
yang mau live segala)
Eksperimen Live waktu itu dibantu mbak Isti, kami
membicarakan tentang BPJS. Karena kami (saya dan mbak Isti) sama-sama merupakan
mantan karyawan, kami tahu bahwa BPJS itu dibayarkan oleh perusahaan. Sekarang karena
mbak Isti sudah resign, yang membayar jaminan tersebut adalah perusahaan tempat
dimana suaminya bekerja.
“Mbak pernah dipake ga itu BPJS? Gimana pengalamannya??”
Tanya saya.
“Dipake. Ya gratis, ga usah bayar kalo berobat, tapi kalo
sakitnya yang ringan-ringan. Flu, batuk, pilek itu pake BPJS, tapi kalo
sakitnya parah, ga berani pake BPJS.” Jawabnya.
Pipi saya langsung bersemu merah kaya habis digombalin
oleh mas suami. Geli dengar jawabannya. Tapi ini memang gambaran umum
kebanyakan orang sih, pelayanan kesehatan BPJS memang memiliki citra yang
buruk, obat yang diberikan kelas receh, proses pelayanan pun rumit.
Bahkan tidak lama berlalu ini, pak dan bu dokter mendapat
biaya parkir, eh jasa medis sebesar 2ribu perak per pasien. Bagi saya ini miris
loh guys,, kita taulah ya, mau jadi dokter itu otak kudu encer, hafalan harus
kuat kaya hafidz or hafidzoh, menempuh pendidikan rumit bin lama. Keluar-keluar
cuma jadi tukang parkir, eh dokter yang dibayar setarif tukang parkir
(nasional.kompas.com).
Dan.. masih banyak lagi berita terkait dengan BPJS yang
bikin ‘tuing-tuing’ di kepala. BPJS Defisit, pemutusan kerjasama beberapa rumah
sakit dengan BPJS, utang BPJS pada rumah sakit yang tak terbayar dsb.
Dalam suatu kesempatan pula, teman saya ini pernah
mengunjungi salah satu rumah sakit di Jember guna mendapatkan pengobatan. Bertemulah
dia dengan seorang bapak-bapak yang akan pulang karena tidak bisa mendapatkan perawatan
dari dokter. Setelah diusut ternyata bapak itu adalah pasien BPJS, namun dokter
hanya mau menerima 1 (satu) orang pasien per hari. Iyahh,, berasa ada dentingan
gelas pecah ya makk..
Terus BPJS itu kan maksudnya jaminan kesehatan ya mak. Pemikiran
saya yang sederhana ini sebenarnya beranggapan bahwa kalo sesuatu yang benama
jaminan itu seharusnya tidak memberatkan orang yang dijamin.
Misalnya, saya menjamin uang kuliah adek saya, kira-kira
saya bakal minta duit (premi) bulanan ga sama dia?? Ga mungkin dong ya, namanya
juga saya menjamin dan adek saya dijamin oleh saya. Permasalahan yang membuat
saya menjamin dia : biaya kuliah.
Mudah-mudahan ga bingung ya mak.. slow sambil ngeteh deh..
Tapi yang namanya asuransi, termasuk BPJS yang meskipun
klaimnya adalah jaminan kesehatan, malah mewajibkan pembayaran premi bulanan. Ini
sebenarnya niat ngasih jaminan ga sih?? Atau sebenarnya rakyat (nasabah) adalah
sekedar target pasar untuk meraih pundi-pundi?? Ah, kapitalis..
Padahal seharusnya pelayanan kesehatan kalo di dalam
Islam harus memiliki empat sifat. Pertama, tidak ada pengkelasan dan pembedaan
dalam pemberian layanan kepada rakyat, bahasa kerennya universal.
Kedua, bebas biaya alias gratis. Jadi mak, jangan keder
kalo ada yang bilang kita ngelunjak karena ga sanggup bayar premi BPJS yang
katanya ga seberapa itu, karena emang kalo di dalam Sistem Islam itu harusnya
gratis. Mungkin yang ngomong begitu belum pernah disembur naga api, eh makan
buah naga. J
Ketiga, seluruh rakyat bisa mengasksesnya dengan mudah. Saya
pernah diceritakan oleh seorang teman yang terpaksa opname tapi tidak
mendapatkan kamar karena full. Kira-kira sampe 2 hari dia kesakitan di rumah
karena menunggu kabar dari rumah sakit apakah kamarnya sudah tersedia tapi
jawaban rumah sakit selalu sama. Akhirnya teman saya itu pun memutuskan untuk ‘upgrade’
kamar, barulah dia bisa opname. Intinya = ribet.
Keempat, pelayanan mengikuti kebutuhan medis bukan
dibatasi oleh plafon.
Duh, kurang keren apa lagi sih kalo sistem Islam
diterapkan??
NB. Live-nya sukses sih pas recording, tapi setelah diupload, suaranya tidak ada. hasil akhir = gagal.
Kota Seribu Pesantren, 18 Jan 18
Helmiyatul Hidayati
#SosmedForDakwah
#BloggerIdeologis
3 comments
keren
ReplyDeleteKalo kata pak Wowo 'etok-etok' je , jaminan 'etok-etok' 😅.
ReplyDeleteHi great reading youur post
ReplyDeleteSelamat datang! Berikan komentar yang nyaman dan semoga harimu menyenangkan :)