Selandia Baru dan ‘Efek Kupu-kupu’nya
March 27, 2019
Lebih dari seminggu lalu, umat Islam berduka, khususnya umat Islam di Selandia Baru. Memang sudah berlalu, tapi kisah ini tidak akan bisa dilupakan. Sejarah telah mencatatnya.
Di hari
yang baik itu (Jumat), di tempat yang baik itu (masjid), iblis laknat dalam
bentuk manusia menjadikan nyawa manusia tak ubahnya benda yang tak berharga. Pembunuhan
tidak berperikemanusiaan itu bahkan ditayangkan secara “live” di media sosial.
Lebih gila daripada orang gila yang tidak bisa disembuhkan!
Kita berduka,
amarah membuncah. Namun di balik semua itu pastilah ada berkah.
Bila
Edward Norton Lorenz memakai istilah “Efek Kupu-kupu” (Butterfly Effects) untuk
merujuk pada sebuah pemikiran bahwa sebuah kepakan sayap kupu-kupu di hutan
belantara Brasil, secara teori dapat menghasilkan badai Tornado di Texas
beberapa bulan kemudian. Hal ini maksudnya, perubahan kecil pada suatu tempat
dalam suatu sistem (tak linear) dapat mengakibatkan perubahan besar di tempat
lain (wikipedia).
Di
Selandia Baru sendiri, agama Islam merupakan agama minoritas. Kebanyakan adalah
para imigran di antara imigran lainnya.
Selandia
Baru, karena panorama alam yang indah dan menakjubkan, selain menjadi pilihan
tempat shooting berbagai film box office dunia, juga menjadi rumah
multikultural bagi banyak orang termasuk bagi populasi muslim.
Ketika 50
(lima puluh) orang meninggal dengan tidak adil karena gagal pahamnya segelintir
teroris akan Islam, karena Islamofobia yang menjangkiti mereka. Pada saat
itulah efek kupu-kupu mulai berjalan. Perbedaanya, efek kupu-kupu kali ini
bukan menghasilkan kekacauan. Dengan izin Allah, efek yang terjadi adalah
semakin meluasnya cahaya Islam.
Tidak lama
setelah Brentont Tarrant dan kroni membantai puluhan muslim di dua masjid Selandia
Baru, ayat suci dibacakan di parlemen, pusat kekuasaan Selandia Baru, yang
mungkin saja, ini adalah awal kekuasaan Islam.
Kumandang suara
adzan, yang oleh ibu Sukmawati di Indonesia dianggap tak lebih indah dari
kidung ibu, dikumandangkan dan disiarkan secara langsung oleh televisi nasional
dan disiarkan ke seluruh dunia. Suatu hal yang tidak biasa terjadi sebelumnya. Bagaimana
seruan yang menggetarkan jiwa itu dengan mudah masuk ke telinga-telinga manusia
yang bahkan mungkin tidak mengerti apa maknanya.
Khutbah
Jum’at dihadiri oleh ribuan muslim di Selandia Baru, layaknya shalat hari raya
Idul Fitri. Penguasanya (PM Jacinda Ardern) hadir di kala itu dan membacakan
hadits baginda Rasulullah SAW, “Perumpamaan kaum mukmin dalam sikap saling mencintai,
mengasihi dan menyayangi, seumpama tubuh, jika satu anggota tubuh sakit, maka
anggota tubuh yang lain akan susah tidur atau merasakan demam.” [HR. Muslim]. Suatu hal yang mungkin tidak
akan pernah dia lakukan seumur hidupnya, dan semoga Allah menunjukinya jalan
Islam.
Seketika Selandia Baru juga ‘terserang’ demam mode baru, ketika
wanita-wanita mereka berlomba-lomba memakai hijab. Siapa yang akan tahu
solidaritas itu akan membawa siapapun di antara mereka tertunjuki pada jalan
Islam.
Orang-orang kafir yang tak ada permusuhan dengan muslim atau yang bersih
hati dan pikirannya berbondong-bondong datang ke masjid, berbela sungkawa atau menjadi
‘pelindung dadakan’ bagi tetangga muslimnya. Bunga bertebaran dari hati-hati
yang tulus. Karena keindahan Islam begitu susah untuk dinafikkan.
Tidak hanya di Selandia Baru, efek samping dari teror ini menular hingga
berbagai belahan dunia dalam waktu yang singkat.
Di Australia, seorang remaja tiba-tiba mendunia ketika melempar telur ke
kepala Anning, senator rasis yang justru menyalahkan muslim sebagai penyebab
terjadinya pembataian di Christchurch, Selandia Baru. Will Connolly menjadi ‘pahlawan
muslim’ yang mendapat julukan “egg boy”
Mungkin kisah ini akan berlalu, tapi perubahan jelas saja sedang
terjadi. Ada hati-hati yang tertunjuki pada jalan Islam. Ada yang kembali
pulang pada Islam. Ada kaki-kaki yang mulai melangkah lagi ke masjid. Ada rasa-rasa
penasaran pada Islam. Ada persatuan ummat (ukhuwah) yang sedang dimulai dari
simpul yang lain.
Mungkin kisah ini akan berlalu, tapi benih-benih yang dihasilkan dari
kisah ini akan terus tumbuh dan berkembang. “Mereka berkehendak memadamkan
cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak
menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir tidak
menyukai.” (QS. 9:32).
Jember, 27 Mar 19
Helmiyatul Hidayati
Nb. Foto diambil di Masjid Ali - Australia
Nb. Foto diambil di Masjid Ali - Australia
#Gemesda
#GerakanMedsosUntukDakwah #DakwahTakMeluluCeramah
#GerakanMedsosUntukDakwah #DakwahTakMeluluCeramah
#Revowriter
#WCWH6
#MenyalaBersamaRevowriter
#Blogger
#BloggerIdeologis
#StopIslamofobia
#WCWH6
#MenyalaBersamaRevowriter
#Blogger
#BloggerIdeologis
#StopIslamofobia
0 comments
Selamat datang! Berikan komentar yang nyaman dan semoga harimu menyenangkan :)