Fisika, sebenarnya pelajaran favorit saya ketika SMP, selain Bahasa Indonesia. Eits, bahkan pernah sampe ikut olimpiadenya sih, meskipun kagak pernah menang 😁🤣. Bahkan, saya masih inget guru Fisika saya pas SMP, karena cara ngajarnya yang enak itulah bikin saya suka ama pelajaran satu ini. Beliau juga adalah orang pertama yang saya curhati, jadi curhatnya ama guru fisika guys, bukan ama guru BP. Ama guru cowok, bukan guru perempuan. Mungkin karena waktu itu sedang persiapan olimpiade, karena itu beliaulah yang "melihat" kegalauan saya. Hihi
Curhatnya bukan soal gebetan, tapi curhat ala anak introvert yang stress menghadapi sulitnya membangun hubungan personal dan takut terhadap tekanan sosial terutama beban dari keluarga. Berasa ga berguna segala kecerdasan pada kala itu, berasa ingin mati aja. Beliaulah yang memberi semangat dan mengatakan bahwa saya berharga. Semoga beliau selalu sehat dan dalam lindungan Allah SWT.
Balik lagi ke Fisika, salah satu ciri-ciri fisika tuh rumus yaahh.. Mungkin masih sodaraan ama sepupunya kakak ipar matematika, jadi rumus mulu isinya. Misal, dalam teori tekanan benda padat ada rumus "P = F" alias tekanan (N/m2) berbanding lurus dengan gaya (N).
Sumber Foto : Dapur Modern |
Ada yang masih inget apa pengaruh rumus ini dalam kehidupan kita? Yup, salah duanya adalah pada desain paku dan pisau dimana ada bagian runcing atau tajam, ada pula bagian yang tumpul. Penggunaan kedua benda itu adalah dengan memberi gaya (N) pada bagian yang tumpul, sehingga bagian yang runcing atau tajam akan menghasilkan tekanan (N/m2) lebih besar. Tekanan ini yang mampu membuat paku bisa masuk ke tembok atau pisau yang bisa untuk membelah daging.
Lebih jauh lagi, rumus ini juga bisa untuk menghadapi tekanan hidup loh 🤭
Karena manusia itu kalo kebanyakan gaya, juga akan kebanyakan tekanan hidup. Ye kan?? Jadi, kalo mau tekanan hidup berkurang, jadi orang jangan kebanyakan gaya! 😁
Contohnya, udah dikasi aturan kehidupan yang sempurna oleh sang Pencipta, tapi sok gaya bikin aturan baru. Ngeyel banget dan ga percaya kalo Allah menghadirkan Islam itu ya justru untuk mempermudah hidup manusia. Allah berfirman, "Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu." (QS. 2 : 185)
Etapi, Kamis malam (23/01) kemarin, seorang cikgu mata pelajaran bukan Fisika justru mengajarkan rumus Fisika kehidupan. Rumusnya adalah "RSP = SMR" alias Besarnya Ridha, Syukur, Positif (RSP) berbanding lurus dengan tingkat keberhasilan keluarga menjadi keluarga yang Sakinah, Mawaddah dan Rahmah (SMR).
Pelajaran yang berlangsung di kelas preview KISS (Komunitas Istri Smart and Strong) ini memang dibuat khusus untuk para istri yang ingin tegar menghadapi tekanan hidup perumahtanggaan.
Cikgu Kholda Najiyah sebagai mentor menerangkan bahwa RSP adalah faktor yang harus selalu ada kala pasutri berada dalam fase-fase mengarungi samudera pernikahan, agar SMR mampu tercapai dan membawa ke Surga.
Fase itu antara lain fase madu, fase repot, fase kritis dan fase mapan.
(1) Fase madu; masa penganten baru, masa kasmaran. Masa dimana hormon adrenalin, norepinefrin dan dopamin diproduksi secara massal dan extra. Wajar kalo dalam masa ini dunia serasa milik berdua, yang lain pada ngontrak. Kalopun ada pertengkaran atau salah paham, tetap optimis membayangkan masa depan yang indah.
(2) Fase repot; ketika mulai hadir masalah-masalah yang umumnya dari faktor x semisal masalah pendidikan anak, konflik dengan mertua, problem sosial dan finansial dll meskipun bisa jadi juga problem suami istri karena perbedaan karakter, egois, ketidakmampuan adaptasi dll. Pada fase ini muncul kekecewaan pada masing-masing pasangan.
(3) Fase kritis; setelah memendam kecewa dalam diam. Pasutri mulai tak sabar. Apalagi bila masalah tak selesai dengan melegakan. Pada fase inilah bisa terjadi perceraian 😭
Penyebab fase kritis bisa karena : (a) Belum paham cara berumah tangga, terutama cara mengenali dan menghadapi pasangan; (b) Paham tapi tidak diaplikasikan. Misal, konsep taat pada suami, meskipun istri paham, sulit sekali istri menundukkan ego untuk khidmat dan taat pada suami.
Jadi, istri stress dan kritis jangan juga dijudge karena kurang iman. Bukan. Kadang itu karena faktor karakter.
(4) Fase Mapan/Stabil; pada tahap ini mental, sosial dan spiritual pasutri lebih matang. Hal ini karena besarnya RSP yang mereka miliki. Besaran RSP tidak harus sama besar antara suami atau istri. Bisa jadi suami atau istri yang lebih besar, lebih besar ridhonya, lebih banyak syukurnya dan lebih banyak positive thingkingnya daripada pasangan lainnya. Namun, tentu saja hal ini akan bernilai berbeda di sisi Allah SWT.
Dan ini (RSP) jika disadari sejak dini, rumah tangga tak perlu berlama-lama berada dalam fase kritis.
Lamanya tiap fase bagi pasutri bisa beda-beda, ada yang lamaaa banget fase madunya, tapi ga bertahan di fase kritis. Ada juga pernikahan yang berada di fase kritis mulu, tapi tetap bertahan.
Kita berada di fase mana? Dimanapun itu semoga keluarga-keluarga muslim mampu menjalani semua fase dalam pernikahan dengan mulus, menjadikan rumah tangga sebagai batu loncatan menuju surga.
Semoga Allah mengampuni dosaku, dosamu dan dosa kaum muslimin. Aamiin..
**
Nb. Mau tahu bagaimana cara melewati fase kritis dengan mulus? Ikut kelas "Bengkel Istri" KISS. Hubungi di sini.