Tak ada rotan, akar pun jadi. Tak bisa berkumpul di daratan, ruang meeting zoom pun jadi.
Yup,
segerombolan squad kunang-kunang angkatan revowriter batch 5 ini kemarin
akhirnya kopdar. Bermodalkan kuota internet dan seperangkat gadget, ijab qobul
pun sah, #eh kopdar pun terlaksana sudah 😊
Buat
yang belum tau, revowriter itu paan. Ini tuh semacam kelas penulis yang digagas
oleh jurnalis kawakan cik gu Asri Supatmiati. Dan akhirnya bertumbuh menjadi
komunitas, yang memanen banyak penulis berkualitas. Salah satunya macem saye
nih lahh.. meskipun aslinya cuma seonggok jelaga di pojokan sana, sendiri dan
sepi macam diri ini.. (diiringi backsound lagu "entah apa yang
merasukimu..") #AbaikanYangTerakhir
Sebenarnya
di dunia kunang-kunang (sebutan untuk alumni kelas revowriter batch 5), saya mah tim hore ajah. Rakyat jelata begitulah, yang
kadang masih goreng krupuk pake minyak jelantah 🤣
intinya saya penulis lemah yang tak bisa disanding dengan para mastah. Tapi
untunglah, kopdar kemarin masih bisa setor wajah 😁
Selain
asyik bersapa dengan sejawat. Ada petuah dari cik gu yang bikin diri ini
terhenyak. Bahwa sebagai penulis tak elok berhenti menelurkan karya. Entah di
mana, bisa jadi ada yang sedang menanti kita, eh bukan.. menanti karya kita.
Sekalipun itu adalah ruang-ruang kosong di beranda media sosial kita #eyaaa
Selain
itu ada fakta yang menunggu kita kupas, ada keindahan Islam yang harus kita
tebarkan. Ada umat yang harus disadarkan dari cengkeraman sekulerisme dan
keturunannya. Ada ridho Allah yang harus kita gapai.
Tak punya waktu bukanlah alasan. Bisa jadi, tak punya tekad kuat adalah landasan. Seringkali setan menggoda untuk melemahkan iman. Akhirnya dakwah tak tersampaikan, padahal kita sebenarnya memiliki potensi menebar cinta lewat banyak hal. Termasuk lewat tulisan. Bukankah begitu, wahai nyisanak??
Sekali
lagi, tak punya waktu bukanlah alasan. Karena waktu itu hanyalah habis bagi orang-orang
yang memikirkan masalah dirinya sendiri. Dunianya hanyalah tentang dirinya
sendiri. Tanpa memikirkan umat, tanpa memikirkan orang lain. Hayuk cung siapa
yang sering begini, #ah jangan-jangan malah menunjuk diri-sendiri.. 😕
Dan
emang bener sih, bukankah Rasulullah SAW juga pernah bersabda,
"Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia
lainnya." (HR. Ahmad dan at-Thabrani).
Sebagai
penulis, tulisan adalah yang bisa kita produksi dengan harapan tulisan itu akan
memberi manfaat bagi orang lain. Kalo kita guru, kita memberi manfaat pada
orang lain dengan mengajarkan ilmu. Kalo kita istri, kita memberi manfaat
dengan memberikan pelayanan terbaik bagi suami. Kita sebagai bagian dari
masyarakat berusaha menebar manfaat dengan melaksanakan kewajiban dakwah. Dst.
Ya tak??
Pas
banget, Imam Al-Ghazali juga pernah mengatakan, "Jika kau bukan anak raja,
juga bukan anak ulama besar, maka menulislah!" Apalagi saya, bukan
siapa-siapa dan tak punya apa-apa. Hanya mimpi yang tak biasa. Teguh sampai
akhir di jalan-Nya, agar tak ada sesal kelak ketika di hadapan-Nya.
Jadi,
suka menulis, mau belajar menulis apalagi bisa menulis adalah hal luar biasa.
Bahkan, sebuah film luar biasa juga berangkat dari skenario bagus yang ditulis
oleh seorang writer hebat bukan??
Jangan
pula tak punya bakat (menulis) menjadi alasan, karena bakat pun akan sia-sia
tanpa usaha . Iya, "kerja keras akan mengalahkan orang berbakat, ketika
orang berbakat tidak bekerja keras." Nah kaann..
Terlebih, masih kata cik gu Asri kemarin, jadi penulis bak jadi pemenang. Karena ia punya hari-hari kemenangan. Tak tanggung-tanggung ada 5 (lima) loh, hari kemenangan bagi penulis :
Pertama,
punya ide aja, itu berarti adalah hari kemenangan pertama bagi penulis. Itu
juga merupakan rizki dari Allah. Bahkan penulis kawakan pun kadang kehabisan
ide, jadi memilikinya seperti memiliki hal berharga, harusnya semangat menulis
pun terjaga, rasa malas enyah saja.
Kedua,
kita akan berasa lega di dada, ketika ide yang tadinya di kepala, tertuang
menawan sampai selesai dengan menarikan pena (saya lebih pilih pake keyboard
laptop atau hape yaa haha). Inilah hari kemenangan kedua.
Ketiga,
tulisan yang sudah selesai itu berhasil keluar dari peti terkunci a.k.a folder
penyimpanan kita. Kemana? Dipublikasikan ke khalayak dong. Supaya orang lain
bisa beroleh manfaat juga. Dengan begitu kitapun menjadi bermanfaat bagi orang
lain. Simbiosis mutualisme dalam kebaikan, asyik kan?
Keempat,
ketika tulisan kita memiliki dampak bagi orang lain, yang artinya tulisan kita
dibaca, dihayati, dipahami dan diterima oleh pembaca, hingga ide-ide kita dalam
tulisan itu diadopsi oleh yang membacanya. Tanpa penolakan. Ibaratnya, cinta
kita tuh ga bertepuk sebelah tangan. Merasa menang kan? 😊
Kelima,
alias yang terakhir. Kemenangan ini adalah kemenangan besar bagi penulis, yakni
ketika karyanya berperan dalam membangun perubahan dan peradaban. Perubahan
yang lebih baik dan tentunya diridhoi oleh Allah SWT 😊
Nah,
kalo udah begini sebenarnya ada banyak pilihan amal shalih yang bisa kita
laksanakan. Tinggal kitanya nih kapan mau "action", halangan dan
rintangan tak ayal pasti menghadang. Karena itu penting banget untuk berkumpul
dalam kawanan yang memiliki visi dan misi yang sama.
Kalo
kata Osman Bey dalam drama Kurulus Osman, "Srigala akan berkumpul dengan
srigala sementara anjing akan berkumpul
dengan sesama anjing" huhuhu
Pena ibarat pedang, ia bisa membunuh bahkan tanpa menyentuh. Ia bisa melukai tanpa menusukkan belati. Maka perhatikanlah, ke arah mana penamu menari..
Jember,
30 Mei 20