BUNUH DIRI!

March 04, 2025



 

-          DRY, Mahasiswa Prodi Sosiologi Fisip Universitas Jember pada Senin, 23 Desember 2024 ditemukan tewas bunuh diri dengan melompat dari lantai 8 gedung C-RISSH.

-          IS, 19 Tahun, Mahasiswi UIN KHAS Jember pada tangga; 22 November 2024 melakukan percobaan bunuh diri karena mengalami overthinking

-          ID, 38, warga Dusun Curahwaru, Desa Gambirono, Kecamatan Bangsalsari ditemukan tewas gantung diri dengan tali tampar berwarna biru.

-          NA, 36 Tahun, melompat dari lantai 6 gedung mall Jember, Jenazahnya ditemukan pada tanggal 13 September 2024

-          Husnul Khotimah, 31 Tahun seorang ibu muda yang tewas gantung diri dengan tampar jemuran di rumahnya, setelah membunuh kedua anaknya sendiri!

 

KEJAM! SADIS! MENYESAKKAN!

 

Sepertinya benar bila ada orang yang berkata bahwa bumi telah tua, kerusakan dimana-mana. Kejahatan merajalela. Aturan tuhan telah lama digantikan hukum rimba. Dulu menjahati orang lain itu biasa, kini menjahati diri sendiri pun telah menjadi biasa. Seakan-akan dengan tiada, masalah hidup menjadi sirna, padahal sebenarnya hanyalah fatamorgana.

 

Seputus asa apa seorang pemuda yang sedang dalam masa jaya-jayanya, sedang prima-primanya, sedang sehat-sehatnya, sedang ganteng-gantengnya. Sedang cantik-cantiknya..

Tapi memilih bunuh diri karena cinta.

 

Seputus asa apa seorang pemudi yang sedang dalam keadaan sehat, lengkap bagian tubuhnya tanpa cacat. Baik kemampuannya karena ia berpendidikan, namun memilih bunuh diri karena besarnya kekhawatiran pada hal yang tak pasti.

 

Seputus asa apa seorang ibu yang telah mengandung dengan susah payah selama 9 bulan, melahirkan dengan taruhan nyawa dan sakit yang luar biasa hingga membesarkan anak-anaknya dengan kesulitan yang tak terkira. Hingga memilih membunuh buah hatinya sendiri, lalu berakhir bunuh diri pula.

 

Seputus asa apa seseorang yang berpendidikan tinggi, yang telah menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk belajar, bersaing dengan ribuan orang demi mendapat sebuah pekerjaan. Namun akhirnya memilih mengakhiri hidup dengan bunuh diri karena tak kuat dengan beban kerja yang menggunung?

 

Seputus asa apa sebuah keluarga yang seharusnya membangun biduk rumah tangga menuju surga, mengharap ridha dan sakinah dari Allah Ta’ala, namun memilih memusnahkan keluarga karena terlilit utang yang tak kunjung reda??

 

Makin hari, makin banyak kasus bunuh diri terjadi. Dulu, kita hanya mendengar kabar bunuh diri itu terjadi di negara-negara maju yang semuanya serba cepat. Lalu lama-lama berita bunuh diri terdengar juga di negeri ini. Lalu lama-lama berita bunuh diri terdengar juga dari kota sebelah. Lalu lama-lama berita bunuh diri terdengar juga dari kota kita tercinta ini. Lalu lama-lama berita bunuh diri terdengar juga dari tetangga kita ini. Apakah mau menunggu hingga kabar ini datang dari rumah kita??

 

Naudzubillah hi min dzalik..

 

Pernahkah kita bertanya?

Pernahkah kita penasaran?

Sebenarnya apa yang sedang terjadi dengan dunia ini?

Siapakah yang harus disalahkan??

 

**

 

Wahai Ibu Peradaban..

Kepada anak-anak kita..

Sudahkah kita berikan pemahaman tentang hakikatnya kehidupan? Sudahkan ia kita bekali dengan sebaik-baik konsep diri sebagai seorang muslim?

Sudahkah kita berusaha menjadi shalihah agar bisa mendidik anak cucu kita menjadi generasi emas, bukannya generasi cemas?

 

Sumber Foto : news.detik.com

Wahai Ibu Peradaban..

Sudahkah kita ceritakan kepada mereka tentang penduduk Gaza??

 

Penduduk Gaza.. Mereka memiliki segala alasan untuk berputus asa.

 

Di Gaza, tidak sedikit yang harus kehilangan cinta dalam hidupnya. Bahkan kau bisa menemukan sepasang pengantin yang pagi ini menikah, malamnya telah menjadi martir karena menjadi sasaran bom pasukan terkutuk. Tak terhitung berapa banyak janda, duda, anak yatim dan atau anak piatu yang tercipta karena perang ini. Namun mereka tetap berucap, “Innalillahi wa inna ilaihi raajiun..”

 

Di Gaza, jangankan utang yang tak kunjung usai, sepotong timun bahkan harus dibagi agar cukup untuk makan bagi 9 orang anggota keluarga. Hanya untuk makan sebiji pisang harus menunggu satu tahun. Seorang suami harus merogoh jutaan hanya untuk memberi hadiah kepada istrinya yang baru melahirkan, sepiring makanan sehat yang lebih langka dari bunga Raflesia Arnoldi. Namun mereka tetap berucap “Alhamdulillah..”

 

Di Gaza, seorang ayah harus memanggul kedua anak-anaknya yang sudah berusia remaja di depan dan belakang punggung karena mereka cacat dan berkebutuhan khusus. Tanpa kursi roda, tanpa makanan layak, dalam keadaan letih, lemah dan lapar. Dan ayah tersebut melakukannya meski harus berpindah-pindah tempat pengungsian lebih dari 9x. Pernahkah kita bayangkan, memanggul berat 2 anak remaja di bawah dentingan peluru dan bom yang meletus?? Namun, sang ayah tak pernah meninggalkan anaknya.

Logo The Sameer Project, Yayasan Kemanusiaan Oleh Ezzedin 


Di Gaza, Karim dan Ezzedin mahasiswa kedokteran yang menjanjikan. Mereka masuk dengan nilai terbaik, namun pendidikan mereka belum selesai, atau bahkan belum dimulai, pasukan terkutuk telah menghancurkan rumah mereka, universitas mereka, membunuh teman-teman sekelas mereka, guru-guru mereka. Menghancurkan buku-buku mereka, bahkan menghancurkan rumah sakit tempat mereka belajar kepada senior mereka, bahkan membunuh banyak dokter senior mereka. Apakah mereka putus asa? TIDAK!

Karim kembali ke reruntuhan rumah mereka, berusaha mencari buku yang tersisa agar bisa digunakan untuk belajar. Ezzedin mendirikan yayasan yang bisa membantu orang-orang seperti dia dan rakyatnya di tengah ancaman kematian yang bisa datang setiap detik, bahkan di saat kita sedang duduk tenang siang ini.

 

Gaza.. memiliki segala alasan yang lebih parah daripada semua alasan di dunia ini untuk berputus asa, untuk menyerah terhadap rahmat Allah SWT, bahkan untuk berpikir mengakhiri hidup.

Mereka ditinggalkan saudara mereka, mereka ditinggalkan pemimpin-pemimpin kita, ditinggalkan sendirian menghadapi kekejaman brutal pasukan terkutuk di muka bumi. Mereka diberi makan kepada anjing, dimutilasi, perempuan hamil bahkan bayi tak luput dari kekejaman mereka. Dibiarkan kelaparan, tak ada obat, operasi bahkan sesar pun tanpa obat bius.

 

Jadi, benarlah bila ada yang mengatakan : “ Hari ini segala sesuatu dibuat di China, namun keberanian hanya dibuat di Gaza.”

Gaza sedang dijajah secara militer, namun di luar Gaza sedang dijajah secara pemikiran. Dan dunia sedang dijajah kapitalisme.

 

Terseok-seok kita menyelesaikan segala masalah kehidupan yang tak kunjung usai tanpa menyadari bahwa semua masalah yang disebabkan kapitalisme memang tak pernah ada solusi tuntasnya, pantas saja membuat kita stress tak ada batasnya. Pantas saja bunuh diri membawa depresi, bisa juga berakibat bunuh diri. Pantas saja ada yang berpikir bahwa bunuh diri menjadi solusi atas masalah duniawi.

 

Wahai ibu-ibu peradaban..

Bagaimana kita akan menyelamatkan generasi kita jika kita saja tidak tahu atau bahkan tidak mau tahu bahwa penerapan Islam adalah solusi problematika kehidupan??

Bagaimana kita akan menyerlamatkan generasi kita jika saja kita tidak bangga dan tidak memperjuangkan Islam sebagaimana perjuangan Rasullullah dan para sahabatnya terdahulu??

Bagaimana kita akan menyelamatkan generasi kita jika kita saja terlena dalam buaian demokrasi kapitalisme lalu memilih diam dalam zona yang dianggap nyaman dan aman padahal aslinya semu belaka karena kerusakan bisa saja sedang menggoda anak-anak kita??

Bagaimana kita akan menyelamatkan generasi kita bila kita mengabaikan dakwah yang menjadi hak mereka dan kewajiban kita??

 

Wahai ibu-ibu peradaban..

Generasi di masa mendatang, akan menjadi generasi emas atau generasi cemas, tergantung hari ini engkau memilih Islammu secara Kaffah ataukah setengah-setengah??


**


(Tulisan ini adalah story telling yang dibacakan pada kajian bulan MT Khoirun Nisa dan MT Qonitat Jember)

 

You Might Also Like

1 comments

  1. Bunuh diri disebabkan tidak punya keyakinan yang jelas tentang hidup ini, yaitu tujuan hidup, jalan meraih tujuan hidup itu, dan ekspektasi apa yang akan dihadapi untuk meraih tujuan hidup. Dan itu sudah clear di dalam Islam.

    Jepang adalah negara yang diberitakan banyak kasus bunuh diri. Kesannya orangnya mentalnya lebih lemah, dong ya.. Tapi ketika saya pernah tinggal selama 2 tahun di sana, dengan melihat nilai-nilai yang diajarkan (ganbatte kudasai, jatuh 7 kali bangkit 8 kali, kerjasama yang diajarkan pada festival olahraga, dan lain-lain), saya melihat karakter yang kuat. Sebaliknya, saya melihat diri saya ternyata tidak lebih kuat mentalnya dibanding orang-orang Jepang disekitar saya.

    Seorang teman asal Indonesia, selesai diskusi thesisnya dia bilang, pengen lompat dari jendela kampus. Teman Indonesia saya yang disertasinya kerasa mandek bilang, kalo naik subway ga berani lihat ke bawah (takut pengen loncat). Saya sendiri? pun demikian. Lantas kenapa kami bertiga ngga lompat juga? Karena takut dosa. Karena tahu bahwa seberapa buruknya hidup ini, bunuh diri adalah pilihan yang jauuuh lebih buruk dan ga sebanding sama sekali dengan beban hidup. Itu bahkan bukan pilihan, adalah payahnya bagi kami jika takut dari satu masalah lantas pergi ke masalah yang jauuuuh lebih berat konsekuansinya yaitu bunuh diri. Di dalam Islam, konsep bunuh diri itu sudah sangat clear, sudah sangat tegas larangannya.

    ReplyDelete

Selamat datang! Berikan komentar yang nyaman dan semoga harimu menyenangkan :)